Sabtu, 20 November 2010

Pengantar Hukum Pidana 1

Membahas hukum pidana, tidak dapat dilepaskan dengan apa pengertian, fungsi dan tujuan hukum pidana itu sendiri. Dalam kepustakaan ada beberapa sarjana yang memberikan batasan tentang hukum pidana. Di bawah ini dikemukakan pandangan beberapa sarjana.

1. Menurut Moeljatno

Hukum pidana merupakan bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk:

a. menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar tersebut.

b. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.

c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

2. Menurut Soedarto

Soedarto memberikan batasan tentang pengertian hukum pidana sebagai aturan hukum, yang mengikatkan kepada suatu perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu suatu akibat berupa pidana. Dengan demikian pada dasarnya hukum pidana berpokok pada 2 hal yaitu:

a. perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu.

b. Pidana.

Ad. a. Dengan “perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu” itu dimaksudkan perbuatan yang dilakukan oleh orang, yang memungkinkan adanya pemberian pidana. Perbuatan semacam itu dapat disebut “perbuatan yang dapat dipidana” atau disingkat “perbuatan jahat” (Verbrechen atau crime). Oleh karena dalam “perbuatan jahat” ini harus ada orang yang melakukannya, maka persoalan tentang “perbuatan tertentu” itu diperinci menjadi dua, ialah perbuatan yang dilarang dan orang yang melanggar larangan itu.

Ad. b. Yang dimaksud dengan pidana ialah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu itu. Didalam hukum pidana modern, pidana ini juga meliputi apa yang disebut “tindakan tata tertib” (tuchtmaatregel, Masznahme). Didalam ilmu pengetahuan hukum adat Ter Haar memakai istilah (adat) reaksi. Dalam KUHP yang sekarang berlaku jenis-jenis pidana yang dapat diterapkan tercantum dalam fatsal 10 KUHP.

3. Menurut Simons hukum pidana merupakan:

a. keseluruhan larangan atau perintah yang oleh Negara diancam dengan nestapa yaitu suatu “pidana” apabila tidak ditaati,

b. keseluruhan peraturan yang menetapkan syarat-syarat untuk penjatuhan pidana, dan

c. keseluruhan ketentuan yang memberikan dasar untuk penjatuhan dan penerapan pidana.

4. Van Hamel memberikan batasan bahwa

Hukum pidana merupakan keseluruhan dasar dan aturan yang dianut oleh Negara dalam kewajibannya untuk menegakkan hukum, yakni dengan melarang apa yang bertentangan dengan hukum (onrecht) dan mengenakan suatu nestapa (penderitaan) kepada yang melanggar larangan tersebut.

Dari beberapa definisi tersebut di atas, pada hakikatnya untuk hukum pidana bisa dibagi menjadi 2 yaitu :

1. hukum pidana materiil. Hukum pidana materiil di sini sebagaimana yang disebutkan oleh Moeljatno dalam huruf a dan huruf b. Dengan demikian apa yang diatur dalam hukum pidana materiil yaitu:

a. perbuatan yang dilarang atau perbuatan yang dapat dipidana;

b. syarat untuk menjatuhkan pidana atau kapan/dalam hal apa seseorang yang telah melakukan perbuatan yang dilarang dapat dipidana ;

c. ketentuan tentang pidana.

2. hukum pidana formil, sebagaimana disebutkan oleh Moeljatno dalam huruf c. Hukum pidana formil merupakan hukum acara pidana atau suatu proses atau prosedur untuk melakukan segala tindakan manakala hukum pidana materiil akan, sedang dan atau sudah dilanggar. Atau dengan perkataan lain, Hukum pidana formil merupakan hukum acara pidana atau suatu proses atau prosedur untuk melakukan segala tindakan manakala ada sangkaan akan, sedang dan atau sudah terjadi tindak pidana.

Catatan:

a. Akan terjadi tindak pidana, misalnya ada laporan bahwa di suatu rumah dicurigai sedang diadakan pertemuan untuk melakukan kegiatan yang mengarah kepada “pengeboman” suatu tempat (teroris).

b. Sedang terjadi tindak pidana, misalnya ada laporan bahwa di tempat Bank A sedang terjadi perampokan.

c. Sudah terjadi tindak pidana, misalnya ada laporan di suatu tempat diketemukan mayat yang penuh dengan luka-luka.

HUBUNGAN HUKUM PIDANA DENGAN ILMU – ILMU YANG LAIN

3. Kriminologi

Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari sebab-sebab kejahatan yang bagaimana pemberantasannya. Kejahatan di sini diartikan sebagai berbuat atau tidak berbuat yang bertentangan dengan tata yang ada dalam masyarakat. Dengan perkataan lain, penyelidikan kriminologi tidak hanya terbatas pada perbuatan-perbuatan yang oleh pembentuk undang-undang dinyatakan sebagai tindak pidana. Dapat dikatakan bahwa objek kriminologi adalah kejahatan sebagai gejala masyarakat (social phenomena), kejahatan sebagaimana terjadi secara konkrit dalam masyarakat dan orang-orang yang melakukan kejahatan.

4. Viktimologi

Viktimologi, mempelajari hakikat siapa itu korban dan yang menimbulkan korban.

5. Penologi

Merupakan ilmu yang mempelajari tentang pidana dan pemidanaan.

6. Psikiatri

Pada dasarnya psikiatri ini merupakan ilmu yang mempelajari jiwa manusia, yaitu jiwa manusia yang sakit. Hal ini terkait dengan Pasal 44 KUHP.

7. Kriminalistik

Suatu pengetahuan yang berusaha untuk menyelidiki kejahatan dalam arti seluas-luasnya, berdasarkan bukti-bukti dan keterangan-keterangan dengan menggunakan hasil yang diketemukan oleh ilmu pengetahuan yang dikenal dengan nama ilmu-ilmu forensik. Ilmu-ilmu pengetahuan yang termasuk kriminalistik :

a. Ilmu Kedokteran Forensik (Ilmu Kedokterna Kehakiman)

à mempelajari manusia manusia dalam hubungannya dengan tindak pidana, mis: mempelajari sebab kematian, abortus, perkosaan.

b. Toksikologi Forensik

à mempelajari racun yang ada hubungannya dengan tindak pidana.

c. Ilmu Kimia Forensik

à menyangkut narkotika, psikotropika, pemalsuan uang.

d. Ilmu Alam Forensik :

1). Balistik Kehakiman --à mempelajari senjata api

2). Dactyloscopy -à mempelajari sidik jari.

8. Hukum Acara Pidana

Hukum Pidana Materiil ditegakkan oleh Hukum Acara Pidana, manakala dilanggar.

B. FUNGSI HUKUM PIDANA

1. H.P. ---à H. PUBLIK sebab:

a. penjatuhan pidana dijatuhkan untuk mempertahankan kepentingan umum.

b. Pelaksanaannya sepenuhnya ditangan pemerintah.

c. Mengatur hubungan antara individu dengan negara.

Andi Hamzah ---à H.P. merupakan kode moral suatu bangsa.

2. FUNGSI H.P. secara khusus ialah melindungi kepentingan hukum terhadap perbuatan yang tercela.

Kepentingan Hukum -----à a. nyawa manusia – 338 KUHP

b. badan/tubuh manusia – 351 KUHP

c. kehormatan ---- 310 KUHP

d. kemerdekaan ---- 333 KUHP

e. harta benda ---- 362 KUHP.

3. FUNGSI H.P. secara umum ---à mengatur kehidupan kemasyarakatan.

4. TUJUAN H.P. :

a. untuk menakut-nakuti orang jangan sampai melakukan kejahatan, baik yang ditujukan :

- menakut-nakuti orang banyak (generale preventie)

- menakut-nakuti orang tertentu yang sudah menjalankan kejahatan agar di kemudian hari tidak melakukan kejahatan lagi (speciale preventie)

b. untuk mendidik atau memperbaiki orang-orang yang sudah menandakan suka melakukan kejahatan agar menjadi orang yang baik tabiatnya sehingga bermanfaat bagi masyarakat.

c. Menurut Wirjono Prodjodikoro, kedua tujuan tersebut merupakan tujuan yang bersifat tambahan/sekunder, dan menurut dia melalui tujuan tersebut, akan berperanan dalam meluruskan neraca kemasyarakatan yang merupakan tujuan primer.

5. SANKSI H.P.:

a. Preventif --à pencegahan terjadinya pelanggaran norma-norma

b. “Social Control” ---à fungsi H.P. di sini sebagai Subsidair --- Diadakan apabila usaha-usaha yang lain kurang memadai.

c. Tajam -à hal ini membedakan dengan hukum-hukum yang lain, dan H.P. sengaja mengenakan penderitaan dalam mempertahankan norma-norma yang diakui dalam hukum. Dalam hal ini H.P. dianggap sebagai ULTIMUM REMEDIUM = obat terakhir.

CATATAN:

- Ultimum Remedium à hukum pidana / sanksi pidana dipergunakan manakala sanksi-sanksi yang lain sudah tidak berdaya. Dengan perkataan lain, dalam suatu UU sanksi pidana dicantumkan sebagai sanksi yang terakhir, setelah sanksi perdata, maupun sanksi administratif. -à UU HKI

- Primum Remedium à hukum pidana / sanksi pidana dipergunakan sebagai senjata utama atau yang perma kali diancamkan dalam suatu ketentuan UU --à UU Terorisme

C. SUMBER HUKUM PIDANA INDONESIA :

1. Sumber Utama ---à Hukum Yang Tertulis, antara lain:

a. KUHP

b. UU Drt. No. 12 Tahun 1951 ---à Pemilikan Senjata Api.

c. UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan T.P. Korupsi. Kemudian diubah lagi oleh UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan T.P. Korupsi.

d. UU No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika

e. UU No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika

f. UU No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak

g. Perpu No 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana terorisme. (UU No 1/PrP/2002) --à dinyatakan UU oleh UU 15/2003

2. H.P. Adat

--à di beberapa daerah masih diperhitungkan!

3. M.v.T. (Memorie Van Toelichting) = Memori Penjelasan

Penjelasan atas rencana undang-undang pidana (W.v.S.), yang diserahkan oleh Menteri Kehakiman (Belanda) bersama dengan rencana UU itu kepada Tweede Kamer (Parlemen Belanda).

M.v.T. ini selalu disebut sebagai dasar hukum, sebab nama KUHP adalah sebutan lain dari W.v.S (Wetboek van Starfrecht) untuk Hindia Belanda ( Pasal VI UU No. 1 Tahun 1946 jo UU 73 thn 1958).

W.v.S. Hindia Belanda ini yang mulai berlaku tgl. 01 Januari 1918 adalah copy dari W.v.S. Belanda 1886 (yang diberlakukan di Indonesia berdasrkan asas konkordansi). Dengan demikian M.v.T. dari W.v.S. Belanda 1886 dapat kita gunakan untuk memperoleh penjelasan dari pasal-pasal yang tersebut di KUHP yang sekarang berlaku. Misalnya: apakah yang disebut “rencana” (Pasal 340 KUHP).

D. JENIS-JENIS HUKUM PIDANA

1. H.P. Materiil & H.P. Formil.

H.P. Materiil ----à Abstrak / dalam keadaan diam – substansi / isi.

H.P. Formil -------à Nyata / konkrit --- berjalan / bergerak dalam suatu proses, sehingga disebut hukum acara pidana.

2. IUS POENALE & IUS PUNIENDI

a. Ius Poenale = H.P. Objektif:

- merupakan keseluruhan larangan/perintah yang oleh negara diancam dengan nestapa (derita) yang berupa pemidanaan apabila larangan/perintah itu tidak ditaati

- keseluruhan peraturan yang menetapkan syarat-syarat untuk penjatuhan pidana.

- Keseluruhan ketentuan yang memberikan dasar untuk penjatuhan dan penerapan pidana.

---- > Ius Poenale = H.P. Objektif H.P. MATERIIL

H.P. FORMIL

b. Ius Puniendi = H.P. Subjektif:

- mrpk. hak dari negara/alat perlengkapannya untuk mengenakan dan mengancam pidana terhadap perbtan tertentu tsb. (yg diatur olh IUS POENALE).

- hak ini dilakukan oleh badan-badan peradilan (Peradilan = Pengadilan?)

- ius puniendi didasarkan pada ius poenale.

3. H.P. Umum & H.P. Khusus

H.P. Umum ----à berlaku untuk semua orang ------à KUHP ----à barang siapa …

H.P. Khusus --à baik ketentuan sanksi pidana maupun hukum acaranya, berbeda dengan KUHP dan KUHAP ---à T.P.E., T.P. Korupsi.

4. Berdasarkan Tempat Berlakunya

a. H.P. Umum ---à dibentuk oleh pembentuk UU pusat dan berlaku untuk seluruh negara.

b. H.P. Lokal ---à dibentuk oleh pembentuk Daerah (Tk. I/II) dan berlaku lokal --à PERDA.

5. H.P. Tertulis & H.P. Tidak Tertulis (H.P. Adat)

6. H.P. Internasional & H.P. Nasional.

sumber : http://kadenokooji.blogspot.com/2009/11/hukum-pidana.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar